Seni sebagai Mimesis - Gagasan Plato tentang Seni (Catatan Estetika 1)



Socrates, Plato, dan Arsitoteles adalah tiga filsuf yang memiliki andil besar akan dasar-dasar kajian seni. Melalui ketiga filsuf tersebut, muncullah pemahaman akan “konsep” sebagai dasar dalam berkarya. Pada masa pra Socratik, karya seni yang dihasilkan belumlah konseptual. Ketiga tokoh inilah yang membangun adanya “konsep” dalam berkarya seni. Dan uniknya setelah era ketiga tokoh tersebut justru banyak seniman yang kembali kepada era pra Socratik : tanpa konsep.

Pemikiran Plato yang sangat legendaris adalah adanya dunia ide dan bayangan. Apa yang kita jumpai dalam kehidupan ini hanyalah bayangan semata. Dunia ini adalah bayangan dari sesuatu yang absolut, yakni ide. Di dalam ilustrasi manusia gua yang ditulis Plato, dikisahkan sekumpulan manusia gua yang setiap hari tinggal di dalam gua dan hanya melihat bayangan melalui bias cahaya matahari yang masuk ke dalalam gua. Pada mulanya mereka menganggap bayangan itulah yang kenyataan. Hingga suatu ketika beberapa orang dari mereka keluar gua dan menjumpai sebuah kenytaan : yang mereka jumpai setiap hari itu hanyalah bayang-bayang saja. Dunia yang sejati ada di luar gua! Tragisnya ketika menceritakan kebenaran itu, mereka malah dibunuh karena dianggap sudah gila. Ilustrasi tersebut digunakan Plato untuk menerangkan dunia ide yang nyata dan abadi, serta dunia keseharian yang semu. Manusia merespon kehidupan yang merupakan bayangan dari ide dengan menggunakan indra. Bagi Plato untuk mampu mencapai dunia “ide” tidaklah cukup hanya dengan indra. Manusia harus menggunakan rasio/akalnya untuk bisa mencapai dan memahami ide yang sesungguhnya.

Bagi Plato seni merupakan sebuah karya mimesis. Ide yang absolut mencoba dihadirkan tiruannya ke dalam bentuk yang bisa diterima oleh indra manusia. Berkarya seni adalah memimesis dunia ide menjadi suatu tiruan di dunia nyata. Oleh karenanya berkarya seni bukan hanya melakukan dengan indra saja, tapi juga berpikir untuk bisa menggapai dunia ide. Para seniman sejati bagi Plato bukanlah seorang yang hanya meniru, tetapi berpikir. Oleh karenanya Plato mengritik keras para seniman pada jamannya yang melakukan mimesis tetapi tidak menggunakan logika. Sehingga karya-karyanya disebutkan hanyalah tipuan belaka dan tidak membawa kepada kebenaran.

Seni merupakan sebuah keahlian yang memadukan antara keterampilan dan pengetahuan. Seni haruslah menjadi sarana manusia untuk membantu melihat kebenaran yang sejati (dunia ide). Leonardo Da Vinci adalah contoh pelukis yang memelopori hadirnya karya seni melalui proses berpikir. Dalam lukisannya, Da Vinci menggunakan aljabar serta anatomi sebagai bagian untuk menghadirkan dunia ide melalui lukisan. Da Vinci mengukur dan meneliti anatomi manusia sebagai bagian dasar karya-karyanya. Demikianlah mimesis yang bukan hanya meniru tapi juga menghadirkan ide melalui proses berpikir.


Dari sisi penikmat seni, tentu setiap karya baiknya tidak berlalu begitu saja. Ketika merespon suatu karya, bukan hanya indra kita yang bermain, tapi juga logika kita. Apa yang ingin disampaikan sang seniman? Ide apa yang dimimesis dari karya yang hadir ini? Karya yang kita jumpai hanyalah bayang-bayang dari ide sejati yang ingin disampaikan sang seniman. Ketika sudah mampu menjumpai ide yang dihadirkan melalui sebuah karya seni, kita akan seperti manusia gua yang keluar dari gua dan melihat indahnya kenyataan yang sesungguhnya.

Comments

Popular Posts